Ketika pemerintah akan melaksanakan pembangunan tentu dibutuhkan dana yang salah satunya berasal dari pajak. Pajak merupakan kontribusi wajib yang harus dibayar oleh seluruh Wajib Pajak tanpa mendapat imbalan secara langsung yang akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Setiap tahun, Wajib Pajak wajib menghitung dan melaporkan besarnya pajak yang harus dibayar melalui sarana atau formulir yang disebut Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan). Sedangkan sarana untuk menyetor pajak ke bank atau kantor pos digunakan formulir yang disebut Surat Setoran Pajak (SSP).
Saat ini diketahui sedikit sekali Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT Tahunan ke Kantor Pelayanan Pajak.
Dari puluhan juta orang Indonesia yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), hanya 8,5 juta yang melaporkan SPT-nya untuk tahun pajak 2010. Begitu pun dengan badan usaha. Dari belasan juta yang terdaftar, hanya 466 ribu yang baru melaporkan SPT atau membayar pajaknya. Menyadari masih sedikitnya jumlah pembayar pajak, maka pemerintah akan melaksanakan kegiatan yang dinamakan Sensus Pajak Nasional. Dengan kegiatan ini diharapkan semua orang atau badan yang belum melaksanakan kewajiban membayar pajak dengan benar, dapat melaksanakannya sesuai kondisi atau potensi yang sebenarnya.
Sensus Pajak pada hakikatnya untuk menegakkan keadilan. Sungguh tidak adil apabila ada sebagian masyarakat yang telah membayar pajak tapi masih banyak lagi yang belum membayar pajak. Masyarakat haruslah memiliki rasa bangga ketika telah memenuhi kewajibannya membayar pajak. Melalui Sensus Pajak Nasional yang dilaksanakan pemerintah, diharapkan seluruh masyarakat bisa mewujudkan rasa bangga bayar pajak. Mari kita sukseskan Sensus Pajak Nasional. Ayo Peduli Pajak !
Sekilas Sensus Pajak Nasional (SPN)
SPN adalah kegiatan pengumpulan data mengenai kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
SPN dilaksanakan dengan tujuan untuk :
- Perluasan basis pajak
- Peningkatan penerimaan pajak
- Peningkatan jumlah penerimaan SPT Tahunan PPh
- Pemutakhiran data WP
- Pendataan Pemilikan NPWP
- Konsultasi Perpajakan
- Sosialisasi Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
- Pengawasan Kepatuhan Kewajiban Wajib Pajak
Dasar Hukum SPN
Dasar hukum pelaksanaan SPN adalah sebagai berikut:
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional.
Latar Belakang SPN
Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian negara dapat terus tumbuh karena adanya penerimaan negara. Semakin besar penerimaan negara tentu akan semakin banyak fasilitas publik yang dapat disediakan pemerintah. Penerimaan negara dapat ditingkatkan jika ada perluasan basis pajak. Perluasan basis pajak tersebut dapat diwujudkan jika terdapat data yang akurat mengenai potensi pajak. Itulah mengapa SPN sangat diperlukan agar keadilan dan kesejahteraan rakyat terwujud melalui pengunaan uang pajak.
Manfaat SPN
Manfaat SPN adalah :
- Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional
- Mewujudkan keadilan peran serta subyek pajak dalam pembiayaan pembangunan nasional
- Mengurangi ketergantungan pembiayaan dari pinjaman asing
- Mewujudkan pembangunan nasional yang lebih baik
- Kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia
Sasaran SPN
Sasaran SPN adalah bagi mereka yang :
- Belum ber-NPWP, diberikan NPWP
- Belum bayar pajak, agar membayar pajak
- Belum menyampaikan SPT, agar menyampaikan SPT
- Memiliki utang pajak, agar melunasinya
- Belum optimal membayar pajak, agar membayar pajak sesuai dengan ketentuan
Pelaksanaan SPN
Berikut tahapan pelaksanaan SPN :
- Petugas berdasarkan Surat Pemberitahuan Pelaksanaan Sensus Pajak Nasional (SPN) melakukan koordinasi lapangan dengan pihak ketiga (Pemerintah Daerah, Ketua RW, Ketua RT, pengelola/manajemen gedung perkantoran, perumahan/apartemen, perhimpunan, dan tokoh masyarakat).
- Selanjutnya petugas SPN menemui responden dengan didampingi oleh petugas yang berasal dari lingkungan lokasi sensus.
- Petugas SPN kemudian menunjukkan surat tugas dan identitas.
- Petugas SPN memberikan penjelasan kepada responden terkait dengan SPN.
- Untuk pengisian FIS, Petugas SPN melakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Meminta kesediaan responden untuk membantu memberikan data dalam pengisian FIS oleh petugas SPN.
b. Menyampaikan surat himbauan umum pelaksanaan kewajiban perpajakan (dalam amplop tertutup). - Setelah selesai mengisi FIS berdasarkan data yang disampaikan oleh responden, petugas SPN mengecek kelengkapan pengisian FIS dan responden diminta untuk menandatangani FIS.
- Selanjutnya Petugas SPN akan menempelkan stiker sensus di tempat yang mudah dilihat.
Dokumen yang Digunakan Untuk Melakukan SPN
Dokumen untuk keperluan pelaksanaan SPN adalah sebagai berikut :
- Surat Pemberitahuan Sensus.
- Formulir Isian Sensus (FIS), yakni formulir yang memuat data-data detil tentang Subyek Sensus, Lokasi Sensus, dan Kondisi Subyek Sensus. Dokumen FIS dibedakan antara FIS Orang Pribadi dan FIS Badan.
Mengenali Petugas SPN
Berikut cara mengidentifikasi petugas SPN :
- Dapat menunjukkan Surat Tugas
- Mengenakan Tanda Pengenal (Name Tag) petugas SPN
Objek Pertanyaan Petugas SPN
Untuk subyek sensus Orang Pribadi, yang ditanyakan antara lain :
- Status
- Tanggungan
- Sumber penghasilan dan jumlahnya
- Tenaga kerja
- Identitas Obyek Pajak
Untuk subyek sensus Badan, yang ditanyakan antara lain :
- Identitas Badan
- Penanggung jawab
- Kepemilikan Badan
- Jenis
- Jumlah Karyawan
- Kedudukan Badan
- Identitas Obyek Pajak
Kerahasiaan Data
Data yang diberikan oleh subyek sensus kepada petugas SPN bersifat rahasia dan merupakan rahasia jabatan bagi seluruh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Karena jabatannya, seluruh pegawai DJP tidak diperkenankan mengungkap data-data Wajib Pajak untuk umum. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 tahun 2009 (UU KUP).
Seluruh data hasil kegiatan SPN akan dimasukkan ke dalam Bank Data DJP sebagai database untuk diolah lebih lanjut. Selanjutnya database perpajakan dilindungi dengan sistem pengaman firewall dan pengaman lainnya. Akses ke dalam database perpajakan selalu dipantau oleh pegawai yang telah terlatih dan berpengalaman untuk melakukan tugas tersebut. Tidak semua pegawai dapat mengakses database perpajakan. Akses hanya diberikan kepada pegawai yang telah mendapatkan otorisasi melalui standard operating procedure (SOP) sesuai dengan kewenangannya.
Informasi Terkait SPN
Untuk mengolah data hasil SPN, DJP memiliki infrastruktur teknologi Informasi yang memadai baik dari sisi perangkat keras maupun perangkat lunak. Dari sisi perangkat keras, DJP telah memiliki Data Center (DC) yang berada di Kantor Pusat DJP dan Disaster Recovery Center (DRC) di tempat lain yang saling terintegrasi sehingga ketersediaan sistem informasi dapat terjaga. Setiap Kantor Pelayanan Pajak (KPP) memiliki minimal tiga server untuk aplikasi lokal, maupun sebagai klien untuk aplikasi terpusat. Untuk menghubungkan antar unit kerja (KPP, Kanwil dan Kantor Pusat), DJP menyewa jaringan dari penyedia jasa jaringan dengan bandwidth berkisar antara 512 Mbps sampai dengan 10 Gbps.
Dari sisi perangkat lunak, DJP memiliki tiga sistem utama yaitu Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SI DJP), Sistem Perpajakan Modifikasi (SIPMOD) dan Sistem Informasi dan Manajemen Obyek Pajak (SISMIOP). SI DJP merupakan sistem terpusat, yang digunakan untuk melayani KPP di wilayah Jawa dan KPP Madya. Sedangkan untuk melayani KPP diluar wilayah tersebut, DJP menggunakan SIPMOD yang dipasang secara lokal di KPP bersangkutan. Khusus untuk administrasi PBB, DJP menggunakan SISMIOP dan Sistem Informasi Geografis PBB (SIG PBB). Keseluruhan sistem tersebut dibangun dengan menggunakan teknologi perangkat lunak yang biasa digunakan oleh perusahaan atau organisasi yang berskala enterprise.
Fasilitas Yang Selama Ini Diberikan kepada Wajib Pajak
Saat ini, DJP sedang mengkaji peraturan perundang-undangan perpajakan yang lebih sederhana, adil, dan memberikan kepastian hukum, sehingga Wajib Pajak dapat melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan. Di samping itu, selama ini kepada Wajib Pajak telah diberikan fasilitas-fasilitas antara lain berupa :
Pajak Penghasilan :
- Pengurangan tarif PPh Badan sebesar 50 persen dari tarif umum bagi Wajib Pajak Badan yang mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp 50 milyar.
- Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) yakni Wajib Pajak Orang Prbadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer melalui tempat kegiatan usaha. Terhadap WP OPPT ditetapkan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 0,75 persen dari peredaran bruto setiap bulan.
- Fasilitas Pajak Penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu sebagaimana diatur dalam PP Nomor 1 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 62 Tahun 2008.
Pajak Pertambahan Nilai :
- Penggunaan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan :
- 90 persen dari Pajak Keluaran, bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor bekas secara eceran.
- 80 persen dari Pajak Keluaran, bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan emas perhiasan secara eceran.
- Bagi Pengusaha Kena Pajak yang mempunyai peredaran usaha dalam satu tahun buku tidak melebihi Rp 1,8 milyar :
- 60 persen dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
- 70 persen dari Pajak Keluaran untuk penyerahan Barang Kena Pajak.
Kemudahan yang Dapat Dinikmati Wajib Pajak
DJP melakukan pengembangan prosedur penerimaan SPT melalui beberapa cara yaitu melalui: (i) Drop Box (sudah dilaksanakan saat ini); (ii) Media internet/e-Filing (dalam tahap pengembangan); (iii) Media telepon/telefiling (dalam tahap pengkajian).
Prosedur penyampaian SPT melalui e-Filing (menyampaikan SPT melalui media internet) saat ini sudah ada, namun masih sangat sedikit Wajib Pajak yang menggunakannya dikarenakan prosedur yang ada agak rumit. Untuk itu akan dilakukan perbaikan prosedur yang lebih mudah, lebih murah dan lebih cepat agar jumlah Wajib Pajak yang dapat memanfaatkannya meningkat. Secara mendasar perubahan penyampaian SPT secara e-Filing adalah sebagai berikut :
Kelebihan penyampaian SPT melalui e-filing tersebut diharapkan akan
menarik Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT dengan praktis, dapat
dilakukan di rumah atau di tempat bekerja dan tidak perlu mengantre.
Dengan berbagai alternatif cara untuk penyampaian SPT, Wajib Pajak akan
semakin mudah dalam melakukan kewajiban perpajakan sehingga kepatuhan
Wajib Pajak akan semakin meningkat pula.
Di samping kemudahan-kemudahan di dalam penyampaian Surat
Pemberitahuan, kemudahan-kemudahan lain yang telah dan akan terus
ditingkatkan untuk memberi kenyamanan Wajib Pajak dalam melaksanakan
kewajiban dan hak perpajakannya adalah Modul Penerimaan Negara (MPN),
yaitu memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak untuk dapat langsung
membayar kewajiban perpajakannya ke bank persepsi, dan khusus untuk masa
PPh Pasal 25, Wajib Pajak tidak perlu melaporkan ke Kantor Pelayanan
Pajak .
Kemudian ada pula e-Registration, yaitu Sistem Pendaftaran Wajib
Pajak secara online adalah sistem aplikasi sebagai bagian dari Sistem
Informasi Perpajakan di lingkungan kantor DJP dengan berbasis perangkat
keras dan perangkat lunak yang dihubungkan oleh perangkat komunikasi
data yang digunakan untuk mengelola proses pendaftaran Wajib Pajak.
Sistem ini terbagi dua bagian, yaitu sistem yang dipergunakan oleh Wajib
Pajak yang berfungsi sebagai sarana pendaftaran Wajib Pajak secara
online dan sistem yang dipergunakan oleh petugas pajak yang berfungsi
untuk memproses pendaftaran Wajib Pajak.
Selain itu adanya Call Center (Kring Pajak 500200), yaitu pusat
layanan untuk memudahkan komunikasi dan interaksi antara Wajib Pajak
yang ingin menanyakan hak dan kewajibannya dapat dengan mudah terlayani.
Dokumen yang Harus Dipersiapkan untuk Keperluan SPN
Untuk subyek sensus Badan, antara lain :
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP), jika subyek sensus Badan adalah PKP
- Akte Pendirian
- Nomor Pelanggan PLN
- SPPT PBB
- KTP/Paspor/KITAS Penanggung jawab/Pengurus
Untuk subyek sensus Orang Pribadi, antara lain :
- Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
- Surat Pengukuhan PKP, jika subyek sensus Orang Pribadi adalah PKP
- KTP/Paspor/KITAS
- Nomor Pelanggan PLN
- SPPT PBB
Penutup
Dengan adanya program SPN kiranya seluruh masyarakat dapat
memberikan dukungan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan
lancar. AYO PEDULI PAJAK!
Informasi Lebih Lanjut
Apabila Wajib Pajak masih ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut
tentang pelaksanaan SPN, dapat mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
atau menghubungi Kring Pajak 500200. Informasi perpajakan juga dapat
diperoleh dengan mengunjungi situs Direktorat Jenderal Pajak dengan
alamat www.pajak.go.id.
Harap diingat : Semua Kegiatan Sensus Pajak Nasional (SPN) tidak dipungut biaya.
Sumber :Situs Direktorat Jenderal Pajak
Sumber :Situs Direktorat Jenderal Pajak
0 komentar:
Posting Komentar