Ditjen Pajak Meregistrasi Ulang PKP
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sedang meregistrasi ulang
Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara nasional.
Berdasarkan data , dari sekitar 700
ribu PKP, baru 290 ribu PKP atau sekitar 42% yang menyampaikan Surat Pemberitahuan
(SPT) masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Registrasi ulang ini bertujuan untuk penertiban admistrasi,
pengawasan, dan menguji pemenuhan kewajiban subyektif dan obyektif PKP.
Registrasi ulang dilakukan secara administrasi dan verifikasi lapangan oleh
pegawai KPP tempat PKP terdaftar. Proses registrasi dilakukan mulai Februari
hingga Agustus 2012. Bila hasil verifikasi atas PKP tersebut dinilai tidak
memenuhi kriteria subjektif dan objektif maka Nomor Pokok PKP pengusaha atau
badan tersebut akan dicabut.
Pencabutan PKP dilakukan terhadap :
·
PKP yang telah
dipusatkan tempat terutangnya PPN di tempat lain;
·
PKP yang pindah
alamat ke wilayah kerja KPP
lainnya; atau
·
PKP yang sudah
tidak lagi memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sebagai PKP.
PKP yang sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif,
yaitu:
·
PKP dengan status
tidak aktif (Non efektif),
·
PKP yang tidak
menyampaikan SPT Massa PPN untuk masa pajak Januari s/d Desember 2011
·
PKP, yang pada
Masa Pajak Januari s/d Desember 2011 yang pada bagian itu tidak menyampaikan
SPT Masa PPN atau menyampaikan SPT masa PPN yang Pajak keluarannya dan pajak
masukannya nihil,
·
PKP yang tidak
ditemukan pada saat Sensus Pajak Nasional,
·
PKP yang tidak
diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya.
PKP yang tidak diyakini keberadaan dan/ atau kegiatan
usahanya, yaitu:
1.
PKP
yang tidak dilakukan kunjungan (visit) dalam jangka waktu 6 (enam) bulan
terakhir sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
2.
PKP
yang tidak dilakukan pemeriksaan PPN dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terakhir
sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
3.
PKP
yang tidak dilakukan konfirmasi lapangan sebelum berlakunya Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor PER62/ PJ/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-44/ PJ / 2008 tentang Tata Cara Pendaftaran Nomor
Pokok Wajib Pajak dan/ atau PengukuhanPKP, Perubahan Data dan Pemindahan Wajib
Pajak dan/ atau PKP dan perubahannya.
·
Dikecualikan
dari PKP yang tidak diyakini keberadaan dan/atau kegiatan usahanya PKP yang
ditemukan keberadaannya dan diyakini kegiatan usahanya pada waktu pelaksanaan
Sensus Pajak Nasional.
Referensi :
·
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak No.PER-05/PJ/2012 Tanggal 03 Pebruari 2012
Tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak (PKP) Tahun 2012
Daftar Badan Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan
Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib, yang meliputi:
a)
zakat atas
penghasilan yang dibayarkan
oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/ atau oleh Wajib Pajak
badan dalam negeri
yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil
zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah; atau
b)
sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib
bagi Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama
selain agama Islam dan/atau
oleh Wajib Pajak
badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama selain agama
Islam, yang diakui
di Indonesia yang dibayarkan kepada
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto.
Berikut Badan/Lembaga
penerima zakat atau sumbangan itu adalah sebagai
berikut:
1)
Badan Amil Zakat
Nasional
2)
LAZ Dompet Dhuafa
Republika
3)
LAZ Yayasan Amanah
Takaful
4)
LAZ Pos Keadilan
Peduli Umat
5)
LAZ Yayasan
Baitulmaal Muamalat
6)
LAZ Yayasan Dana
Sosial Al Falah
7)
LAZ Baitul Maal
Hidayatullah
8)
LAZ Persatuan
Islam
9)
LAZ Yayasan
Baitul Mal Umat Islam PT Bank Negara Indonesia
10)
LAZ Yayasan Bangun
Sejahtera Mitra Umat
11)
LAZ Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia
12)
LAZ Yayasan
Baitul Maal Bank Rakyat Indonesia
13)
LAZ Yayasan
Baitul Maal wat Tamwil
14)
LAZ Baituzzakah
Pertamina
15)
LAZ Dompet Peduli
Umat Daarut Tauhiid (DUDT)
16)
LAZ Yayasan Rumah
Zakat Indonesia
17)
LAZIS
Muhammadiyah
18)
LAZIS Nahdlatul
Ulama (LAZIS NU)
19)
LAZIS Ikatan
Persaudaraan Haji Indonesia (LAZIS IPHI)
20)
Lembaga Sumbangan
Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI)
21)
Badan Dharma Dana
Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP)
Dasar Hukum :
Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 tentang Badan/Lembaga Yang Dibentuk Atau Disahkan Oleh Pemerintah Yang Ditetapkan
Sebagai Penerima Zakat Atau Sumbangan Keagamaan yang sifatnya wajib yang Dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto
PENUNJUKKAN BUMN SEBAGAI PEMUNGUT PPN DAN
KEWAJIBAN PENYAMPAIAN DATA DAN INFORMASI
Jakarta –
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 85/PMK.03/2012 ini merupakan aturan
pelaksana dari Pasal 16A UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM. Sedangkan
PP Nomor 31 Tahun 2012 merupakan aturan pelaksana dari Pasal 35A UU Nomor 16 Tahun
2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Dalam PMK tersebut dimuat tentang tata cara pemungutan, penyetoran dan pelaporan
dari PPN dan PPnBM yang wajib dilakukan BUMN atas penyerahan Barang Kena Pajak
dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada BUMN. Pemungutan dilakukan pada saat
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak; penerimaan pembayaran; atau
penerimaan pembayaran termin. PPN dan PPnBM yang telah dipungut wajib disetorkan
kepada Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana BUMN
terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak. Ketentuan
ini diberlakukan terhadap 140 (seratus empat puluh) BUMN yang terdaftar pada Kementerian
BUMN (data per 11 Juni 2012) dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2012.
Sedangkan, PP 31 Tahun 2012 mewajibkan instansi Pemerintah, Lembaga, Asosiasi
dan Pihak Lain untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan ke
Ditjen Pajak. Instansi Pemerintah yang wajib memberikan data dan informasi perpajakan
antara lain : Kementerian, Instansi pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan Instansi
Pemerintah Lainnya, termasuk BUMN. Lembaga yang wajib memberikan data dan informasi
antara lain : Lembaga Tinggi Negara, Lembaga pada Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan
Lembaga Lainnya. Sedangkan Asosiasi yang wajib memberikan data dan informasi terkait
perpajakan diantaranya: Kadin, Himpunan Bank-Bank Milik Negara, Asosiasi Pengusaha
Indonesia dan Asosiasi Lainnya.
Sumber : www.pajak.go.id
Pajak untuk Pendidikan
Ditengah keraguan masyarakat akan peranan pajak dalam memajukan pendidikan di Indonesia, sebenarnya pemerintah telah memberikan keringanan pajak terhadap institusi pendidikan. Hal ini mengingat pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa dan masih terbatasnya anggaran negara untuk bidang pendidikan.
Akan
tetapi, setelah lewat dari 4 (empat) tahun laba tersebut tidak digunakan untuk
membangun sarana dan prasarana pendidikan maka akan dikenakan pajak penghasilan
pada tahun pajak berikutnya setelah lewat jangka waktu 4 (empat) tahun
tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh).
Selanjutnya dasar pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2009
tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang
Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan
yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan.
Petunjuk
teknisnya diatur dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-44/PJ./2009
tentang Pelaksanaan Pengakuan Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan
atau Lembaga Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang
Penelitian danPengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
Sementara
itu, sarana dan prasarana pendidikan tersebut meliputi sebagai berikut:
1. Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi
pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
2. Pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium
dan perpustakaan;
3. Pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas
guru, dosen atau karyawan, dan
4. Sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di
lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.
Sebagai ilustrasi, jika
sebuah organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut mencatatkan
laba sebesar Rp 10 miliar pada tahun 2011, organisasi tersebut dapat
menggunakan fasilitas pajak yaitu yang seharusnya pada tahun 2011 dikenakan PPh
sebesar Rp 2,5 miliar (25% x Rp 10 miliar) tetapi tidak akan dikenakan PPh jika
organisasi tersebut menggunakan laba sebesar Rp 10 miliar tersebut dalam jangka
waktu 4 tahun untuk menambah bangunan kelas atau menambah buku perpustakaan.
Artinya, organisasi nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut terbebas
dari tagihan PPh. Namun, jika sampai dengan tahun 2015 (4 tahun setelah 2011)
laba tersebut tidak digunakan semuanya, maka laba tersebut akan dikenakan PPh.
Adapun
badan nirlaba yang menyelenggarakan pendidikan tersebut wajib menyampaikan
pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana biaya pembangunan
dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat badan nirlaba tersebut
terdaftar dengan tindasan kepada instansi yang membidanginya.
Selain insentif tersebut, pemerintah memiliki
peranan lain dalam pengembangan dunia pendidikan, terhadap sumbangan dari pihak
ketiga yang langsung digunakan untuk investasi di bidang pendidikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf l UU PPh.
Dalam UU PPh diatur bahwa terhadap Wajib Pajak yang memberikan sumbangan dalam
rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan
fasilitas pendidikan maka sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat
mengurangi penghasilan kena pajak Wajib Pajak tersebut sesuai dengan
persyaratan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010
tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan
Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan
Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan
Bruto.
Insentif pemerintah yang lain di bidang pendidikan
adalah dalam rangka pemberian beasiswa. Penerima beasiswa yang mengikuti
pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal di dalam negeri dan/atau di
luar negeri dikecualikan dari objek PPh. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008
tentang Beasiswa yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009.
Adapun lebih lanjut diatur bahwa komponen beasiswa
tersebut terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition
fee), biaya ujian dan biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi
yang diambil. Selain itu, komponen tersebut juga dapat berupa biaya untuk pembelian
buku dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi
tempat belajar. Sementara itu, bagi perusahaan pemberi beasiswa, biaya
pemberian beasiswa sesuai Pasal 6 ayat (1) huruf g UU PPh, dapat
dibebankan sebagai biaya dengan memperhatikan kewajarannya.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa dengan adanya insentif atau keringanan pajak yang diberikan
oleh pemerintah, diharapkan dapat memberikan payung hukum untuk menguatkan
kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak lain. Ketentuan
tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan sebagai investasi
dan komersialisasi, sehingga penambahan dana pendidikan tidak lagi mengandalkan
iuran dari siswa atau mahasiswa.
Sumber : http://news.detik.com/read/2012/06/18/100004/1943641/727/peranan-pajak-memajukan-pendidikan?9922032
Sensus Pajak Nasional
Dalam melaksanakan pembangunan di semua sektor, pemerintah tentu membutuhkan dana yang diantaranya berasal dari pajak. Pada dasarnya, pajak merupakan kontribusi wajib berdasarkan undang-undang, yang harus dibayar oleh seluruh Wajib Pajak tanpa mendapat imbalan secara langsung yang akan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Setiap warga Negara Indonesia yang telah berpenghasilan di atas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) wajib untuk membayar pajak. Setiap badan usaha wajib terdaftar sebagai Wajib Pajak dan melakukan kewajiban perpajakannya.
Menyadari masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk membayar pajak,
maka pemerintah melaksanakan kegiatan Sensus Pajak Nasional. Dengan
kegiatan ini diharapkan semua orang atau badan usaha yang belum
melaksanakan kewajiban membayar pajak, dapat melaksanakannya sesuai
ketentuan perpajakan.
Sensus Pajak Nasional pada hakikatnya untuk menegakkan keadilan.
Sungguh tidak adil apabila ada masyarakat yang telah membayar pajak tapi
masih ada juga masyarakat yang belum membayar pajak. Seharusnya
masyarakat memiliki rasa bangga ketika telah memenuhi kewajibannya
membayar pajak. Melalui Sensus Pajak Nasional yang dilaksanakan
pemerintah, diharapkan seluruh masyarakat bias mewujudkan rasa bangga
bayar pajak. Mari kita sukseskan Sensus Pajak Nasional. Ayo Peduli
Pajak!
Sekilas Sensus Pajak Nasional
Sensus Pajak Nasional adalah kegiatan pengumpulan data mengenai
kewajiban perpajakan dalam rangka memperluas basis pajak dengan
mendatangi subjek pajak (orang pribadi atau badan) di seluruh wilayah
Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sensus Pajak
Nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk :
1. Perluasan basis pajak
2. Peningkatan penerimaan pajak
3. Peningkatan jumlah penerimaan SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan PPh (Pajak Penghasilan)
4. Pemutakhiran data Wajib Pajak
Dalam Sensus Pajak Nasional, petugas Ditjen Pajak akan melakukan :
1. Pendataan kepemilikan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak);
2. Konsultasi perpajakan;
3. Sosialisasi hak dan kewajiban Wajib Pajak; dan
4. Pengawasan kepatuhan kewajiban Wajib Pajak.
Oleh karena itu diharapkan masyarakat dapat mendukung program Sensus
Pajak Nasional ini, dengan berpartisipasi menyampaikan data dan
informasi melalui pengisian Formulir Isian Sensus (FIS). Setiap orang
pribadi dan badan usaha yang disensus wajib memberikan keterangan yang
benar.
Dasar Hukum Sensus Pajak Nasional
Dasar hukum pelaksanaan Sensus Pajak Nasional adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentangPajak Bumidan Bangunan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1994;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK.03/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Sensus Pajak Nasional.
Latar Belakang Sensus Pajak Nasional
Roda pembangunan nasional dapat terus bergerak dan perekonomian
Negara dapat terus tumbuh karena adanya penerimaan negara. Semakin
besar penerimaan Negara tentuakan semakin banyak fasilitas publik yang
dapat disediakan pemerintah. Penerimaan Negara dapat ditingkatkan jika
ada perluasan basis pajak. Perluasan basis pajak tersebut dapat
diwujudkan jika terdapat data yang akurat mengenai potensi pajak. Itulah
mengapa Sensus Pajak Nasional sangat diperlukan agar keadilan dan
kesejahteraan rakyat terwujud melalui pengunaan uang pajak.
Manfaat Sensus Pajak Nasional
Berikut ini manfaat yang diharapkan dari penyelenggaraan Sensus Pajak Nasional :
1. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembiayaan pembangunan nasional
2. Mewujudkan keadilan bagi Wajib Pajak dalam kewajiban perpajakan
3. Mengurangi ketergantungan pembiayaan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dari pinjaman/utang
4. Mewujudkan pembangunan nasional yang lebih baik dengan kemandirian bangsa
5. Meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia
Sasaran Sensus Pajak Nasional
Sasaran Sensus Pajak Nasional adalah bagi mereka yang :
1. Belum ber-NPWP, diberikan NPWP
2. Belum bayar pajak, agar membayar pajak
3. Belum menyampaikan SPT, agar menyampaikan SPT
4. Memiliki utang pajak, agar melunasinya
5. Belum optimal membayar pajak, agar membayar pajak sesuai dengan ketentuan
Sensus Pajak Nasional akan dilakukan kepada orang pribadi dan badan usaha di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk lebih jelasnya, ikuti tautan ini. Bangga Bayar Pajak!
0 komentar:
Posting Komentar